Hot!

Artikel Lainnya

Abu Usamah - An Naba'

Gosok Gigi dengan Pasta, Batal Puasa?

kelembutanhati.com



Gosok Gigi dengan Pasta, Batal Puasa?



HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA

Sengaja makan dan minum pada siang hari. Bila terlupa makan dan minum pada siang hari, maka tidak membatalkan puasa.
Sengaja membikin muntah, bila muntah dengan tidak disengajakan, maka tidak membatalkan puasa.
Pada siang hari terdetik niat untuk berbuka.
Dengan sengaja menyetubuhi istri pada siang hari Ramadhan, ini di samping puasanya batal ia terkena sanksi berupa memerdekakan seorang hamba, bila tidak mampu maka puasa dua bulan berturut-turut, dan bila tidak mampu, maka memberi makan enam puluh orang miskin.
Datang bulan pada siang hari Ramadhan (sebelum waktu masuk Maghrib).

"Barangsiapa yang terlupa, sedang dia dalam keadaan puasa, kemudian ia makan atau minum, maka hendaklah ia sempurnakan puasanya. Hal itu karena sesungguhnya Allah hendak memberinya karunia makan dan minum" (Hadits Shahih).

"Barangsiapa yang muntah dengan tidak sengaja, padahal ia sedang puasa, maka tidak wajib qadha (puasanya tetap sah), sedang barangsiapa yang berusaha sehinggga muntah dengan sengaja, maka hendaklah ia mengqadha (puasanya batal)" (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). 

Wallahu a'lam bish-showab.



















Sumber Gambar Asli : raumrot.com

Amalan yang Membuka Pintu dan Melancarkan Rezeki

kelembutanhati.com




Amalan yang Membuka Pintu dan Melancarkan Rezeki


Bekerja saja tidak cukup untuk mendapatkan rezeki. Rezeki harus dijemput dengan sejumlah amal kebaikan agar lancar.

ALLAH SWT menjanjikan semua makhluk-Nya akan mendapatkan rezeki. Bahkan, rezeki itu sudah ditentukan oleh-Nya ketika seorang manusia masih dalam kandungan ibunya.

"Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh). (QS Hud [11]: 6).

"Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS al-Ankabut [29] : 60)

Namun demikian, bukan berarti kita boleh tinggal diam menunggu rezeki 'jatah' kita. Rezeki itu harus dijempit, diburu, atau dicari dengan bekerja, doa, ikhtiar, dan tawakal, plus sejumlah amal saleh untuk memperlancar datangnya rezeki tersebut.

"Tidaklah manusia mendapat apa-apa kecuali apa yang telah dikerjakannya"(QS al-Najm [53]: 39). 


Amalan Pembuka Rezeki

Berikut ini beberapa amalan pembuka rezeki, yakni adalah menolong kaum dhuafa, membantu memenuhi kebutuhan orang lain, gemar bersedekah, dan tawakal, selain bekerja. Jadi, bekerja saja tidak cukup. Rezeki harus dijemput dengan sejumlah amal kebaikan agar lancar.


1. Menolong Sesama

"Tidaklah kamu diberi pertolongan dan diberi rezeki melainkan kerana orang-orang lemah di kalangan kamu." (HR. Bukhari).

"Siapa yang menunaikan kebutuhan saudaranya, maka Allah akan menunaikan hajatnya (kebutuhannya)" (HR. Muslim).


2. Gemar Sedekah

"Kunci rezeki hamba itu ditentang "Arasy yang dikirim oleh Allah Azza Wajalla kepada setiap hamba sekadar nafkahnya. Maka barangsiapa yang membanyakkan pemberian kepada orang lain (sedekah), niscaya Allah membanyakkan baginya dan siapa yang menyedikitkan (kikir, tidak suka berderma), niscaya Allah menyedikitkan baginya" (HR. Ad-Daruquthni dari Anas r.a.)


3. Tawakal

"Barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah mencukupkan (keperluannya)." (QS. At-Thalaq: 3)

"Seandainya kamu bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya kamu diberi rezeki seperti burung diberi rezeki. Ia pagi hari dalam keadaan lapar dan petang hari dalam keadaan kenyang." (HR. Ahmad, at-Tirmizi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, al-Hakim dari Umar bin al-Khattab r.a.).

Demikian amalan pembuka rezeki. Semoga Allah SWT memberi kita kekuatan untuk mengamalkannya. Amin...! Wallahu a'lam bish-shawabi.*


















Sumber Gambar Asli : magdeleine.co

Hukum Shalat Tahajud Berjamaah

kelembutanhati.com




Hukum Shalat Tahajud Berjamaah


Bagaimana Hukumnya Sholat Tahajud Berjamaah? Apakah ada contohnya dari Rasulullah Saw?


JAWAB: Wa'alaikum salam wr. Wb. Rasulullah Saw tidak memerintahkan atau menganjurkan shalat tahajud secara berjamaah, tetapi sendiri (munfarid).

Shalat sunah yang disyari'atkan dan dicontohkan Rasul Saw adalah shalat tahajud bulan Ramadhan, yakni Shalat Tarawih, itu pun (tarawih berjamaah di masjid) hanya dilakukan beliau pada hari pertama dan kedua, selanjutnya beliau kerjakan sendiri di rumah.

"Dari Aisyah Ra. sesungguhnya Rasulullah SAW pada suatu malam pernah melaksankan sholat kemudian orang-orang sholat dengan sholatnya tersebut, kemudian beliau sholat pada malam selanjutnya dan orang-orang yang mengikutinya tambah banyak kemudian mereka berkumpul pada malam ke tiga atau keempat dan Rasulullah SAW tidak keluar untuk sholat bersama mereka. Dan di pagi harinya Rasulullah SAW berkata, 'Aku telah melihat apa yang telah kalian lakukan dan tidak ada yang menghalangiku untuk keluar (sholat) bersama kalian kecuali bahwasanya akau khawatir bahwa shalat tersebut akan difardukan.' Rawi hadits berkata, "Hal tersebut terjadi di bulan Ramadhan." ."(HR Bukhori dan Muslim).

Selain shalat sunat Tarawih, yang disyari;atkan berjamaah adalah shalat sunat Istisqa (mohon hujan), shalat Id, salat gerhana, salat istisqa, dan salat witir pada bulan Ramadhan.

Jika shalat tahajud berjamaah itu lebih baik, tentu Rasulullah Saw dan para sahabat akan lebih dahulu mengacarakannya dan mendawamkannya.

Jadi, pada dasarnya, shalat sunah berjamaah pada selain yang disebutkan di atas, harus dikerjakan secara sendiri-sendiri.

Tidak Ada Larangan
Namun, juga tidak ada larangan jika shalat tahajud dilakukan secara berjamaah.

Sebagian ulama membolehkan tahajud berjamaah, berdasarkan hadits Ibnu Abbas. Ia tidur pada suatu malam di rumah Rasulullah, lalu Rasulullah bangun untuk mengerjakan shalat malam, maka Ibnu Abbas pun bangun dan berdiri di sisi kiri Rasulullah, lantas Rasulullah menarik kepalanya dari belakangnya, lalu menjadikannya berdiri di sisi kanan Rasulullah. (HR. Bukhari).

Hanya saja, patut digarisbawahi, dalam kasus di atas, Ibnu Abbas bermakmum setelah Nabi Saw mulai shalat. Sekiranya Nabi akan mencontohkan tahajud berjamaah, tentu beliau mengajak sejak awal kepada Ibnu Abbas untuk shalat tahajud secara berjamaah.

Hal itu diperkuat dengan hadits: Rasulullah Saw pernah menganjurkan salat tahajud kepada Fatimah dan Ali bin Abi Thalib. Bahkan secara sengaja beliau datang ke rumahnya. Tetapi hal itu tidak disertai ajakan berjamaah (HR. Bukhari).

Jadi, Rasulullah Saw tidak pernah sengaja tahajud berjamaah, apalagi sampai mengajak atau menganjurkan. Bahkan Rasul menganjurkan shalat sunah itu di rumah (sendirian). "Shalatlah di rumah-rumah kalian karena sesungguhnya sebaik-baik shalat seseorang itu di rumahnya selain Salat Wajib" (HR. Al-Bukhari  dan Muslim).


Bacaan Surat dalam Shalat Tahajud

Surat yang dibaca Rasulullah Saw dalam shalat tahajud adalah raka'at pertama setelah Al-Fatihah membaca QS. Al-Baqarah:284-286.

Pada raka'at kedua setelah membaca Al-Fatihah adalah QS. Ali Imron 18-19 dan 26-27. Namun, jika belum hafal ayat-ayat tersebut, tentu saja boleh membaca surat yang lain yang sudah dihafal.

Doa yang dibaca setelah shalat tahajud adalah doa keselamatan dan mohon ampunan. Rasul misalnya membaca "Rabbanaa aatina fid-dun-yaa hasanataw wa fil aakhirati hasanataw wa qinaa adzaaban-naar" (Ya Allah Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan hindarkanlah kami dari siksa api neraka) dan "Astagfirullaahal azhim wa atuubu ilaiih" (Aku memohon ampunan kepada Allah Yang Maha Agung dan aku pun bertaubat kepada-Nya).
Wallahu a'lam bish-shawabi.*

















Sumber Gambar Asli : Magdeleine.co

Humor dalam Ceramah: Jangan Sampaikan Cerita Bohong!

kelembutanhati.com




Kita sering mendengar ceramah ustadz humoris. Ia menyampaikan joke, cerita lucu, atau humor dalam ceramahnya. Namun, tidak jarang cerita lucu atau humor penceramah itu cerita rekaan. Padahal, Islam melarang umatnya agar jangan menyampaikan cerita bohong.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْت فِي رَبَضِ الْجَنّّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كََانَ مُحقًّا وَبِبَيْتٍ فِي وَسَط الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِ بَ وَإِنْ كَانَ مَازِ حًا وَبِبَيتِ فِي أَغلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ

Aku menjamin dengan sebuah istana di bagian tepi surga bagi orang yang meninggalkan debat meskipun ia berada di pihak yang benar, sebuah istana di bagian tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meski ia sedang bercanda, dan istana di bagian atas surga bagi seorang yang memperbaiki akhlaknya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan ancaman terhadap orang yang berdusta untuk membuat orang lain tertawa dengan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

وَيْلٌ للَّذِي يُحَدِّ ثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْخِكَ بِهِ الْقَوْمَ ويْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ

Celakalah seseorang yang berbicara dusta untuk membuat orang tertawa, celakalah ia, celakalah ia. (HR. Abu Dawud dan Ahmad).



Coba saja simak cerita-cerita yang disampaikan sang ustadz. Banyak yang karangan, rekaan, alias bohong. Kita yakin, sebagai ustadz, ia tahu hadits shahih di atas. Namun, demi menghibur jamaah, ia langgar larangan Nabi Saw tersebut.

Humor dalam ceramah tidak mesti dengan sampaikan cerita bohong. Ada teknik humor dalam public speaking, misalnya "teori belokan mendadak" atau "plesetan". Tidak mesti  dengan berbohong.

Inti larangan Nabi Saw adalah jangan berdusta, sekalipun dimaksudkan untuk melucu atau menambah bumbu humor dalam ceramah. Lagi pula, seringnya jamaah justru hanya mengingat humor itu ketimbang substansi atau materi tausiyah sang penceramah.

Dakwah memang harus mengasyikkan, tidak terlalu serius. Namun, tidak mesti pula berbohong agar lucu dan menjadi "favorit" jamaah. Kebanyakan da'i, penceramah, atau ustadz menjadi favorit karena lucunya, bukan karena kualitas materi ceramah atau kualitas sang da'i. Wallahu a'lam.

Bagaimana pendapat Anda?